Jumat, 18 Maret 2011

Kisah Tentang Gelas


Di sebuah tepi danau yang rindang, diiringi suara angin sepoi-sepoi yang menyejukkan, seorang guru bertanya kepada murid kesangannya.
“ Muridku, liahatlah air danau itu.. bayangkan air itu di taruh dalam sebuah gelas dan sebuah ember besar. Ketika kau mengangkatnya berat yang mana antara gelas dan ember berisi air dananu itu..?”
“ Tentu berat ember yang berisi air, guruku..” jawab sang murid.
“ Tidak muridku, belum tentu ember yang berisi air itu lebih berat daripada sebuah gelas yang berisi air tergantung bagaimana kau mengangkatnya. Sebuah gelas berisi air itu akan terasa sangat berat ketika kau memegangnya terus menerus tanpa sesekali kau meletakannya sebentar untuk merelaksasikan otot tanganmu barang sebentar. Dan ember berisi air itu akan terasa sangat ringan ketika kau mengangkatnya bersama kawan-kawanmu. Apakah kau mengerti pelajaran yang kau dapat hari ini muridku ..? ”
Dan sang muridpun merenung….
——————————————————————————————————
Kawan, begitupun sebuah amanah. Amanah sekecil apapun ketika kita terus menerus memegangnya tanpa memberi kesempatan bagi otak kita, tubuh kita, jiwa kita untuk beristirahat sejenak maka masalah itu akan terasa semakin berat.

Kawan, mungkin saat ini kita merasa jenuh, lelah dengan “gelas” yang terus menerus berada di tangan kita. Mungkin selama ini kita tidak pernah menurunkan lengan ini barang sejenak, sehingga “gelas” itu terasa semakin berat, sehingga kita semakin tidak tahan untuk membawanya dan akhirnya membuangnya untuk selamanya. Ada saatnya ketika dalam perjalanan, kita menetukan titik-titik pemberhentian untuk sekedar mengurangi kehausan, beristirahat, dan mengisi air minum untuk perjalanan berikutnya. Ketika kita membawa beban amanah, tidak melihat besar atau kecil amanah itu, maka ada kalanya bagi kita untuk beristirahat sejenak untuk sekedar mengevaluasi, merenung, mengistirahatkan fikiran kita sejenak, dan merecharge kembali semangat kita, ruhiyah kita, agar perjalanan kita selanjutnya akan kembali kita lalui dengan bekal yang cukup.

Ketahuilah istirahat itu bukan melepaskan amanah kawan, bukan… “Gelas” itu masih menjadi tanggung jawab kita untuk senantiasa kita bawa sampai titik akhir tujuannya, tetapi istirahat adalah momen untuk menurunkan sejenak lengan, bernafas, dan mengangkat kembali gelas itu. Istirahat adalah momen memberikan semangat kembali, mengisi ruhiyah kita sehingga hambatan-hambatan di perjalanan berikutnya akan terlalui dengan mudah. Istirahat adalah momen untuk merencanakan kembali perjalanan kita berikutnya, sehingga perjalanan berikutnya akan terasa mudah dan terencana.

Ketahuilah kawanku, bahwa sebenarnya istirahat itu juga merupakan titik kritis bagi kita. Apakah akan meneruskan perjalanan berikutnya dengan konsekuensi akan menumui hambatan-hambatan yang harus kita selesaikan, atau memutuskan sebagai titik akhir perjalanan kita, padahal sebenarnya titik akhir itu masih panjang. Maka isilah istirahat itu dengan keyakinan bahwa kita harus meneruskan perjalanan ini, bahwa kita harus masih mengangkat ‘gelas’ ini. Jangan sampai kita terbuai dengan kenyamanan sehingga menjadi malas ketika kita harus bergerak kembali.

Kawand tentukanlah titik-titik pemberhentian itu, tentukanlah kapan kita harus menurunkan sejenak lengan ini. Agar ‘gelas’ yang kita bawa tidak terasa semakin berat, sehingga kita mampu untuk selalu membawanya sampai titik akhir tujuan kita.. yaitu surga..
Kawan, masih ada pelajaran yang kita ambil. Yaitu ketika kita adalah orang yang memberikan ‘gelas’ itu kepada sahabat, staff, atau bawahan kita. Ketika kita memberi amanah kepada orang lain. Berikanlah kesempatan kepada sang pembawa ‘gelas’ itu untuk menentukan titik istirahatnya, jangan sampai kita senantiasa memberi gelas-gelas itu tanpa memberikan waktu untuk sejenak untuk istirahat. Janganlah menjadi orang yang dzalim…

Kawan, tidak selamanya teman kita itu akan berkata ketika gelas itu mulai terus terasa berat. Mungkin ketika kita meberikan ‘gelas’ itu di tangan kanannya, sebenarnya di tangan kirinya pun ada gelas-gelas lain yang harus ia bawa sampai titik tujuan, namun ia menyembunyikan gelas-gelas itu karena ia tak tega melihat kita. Atau malah kita pura-pura tidak tahu bahwa teman kita itu sedang membawa banyak gelas.

Kawan berikanlah waktu sejenak pada kawan kita itu untuk sekedar menurunkan lengannya agar mampu
membawa gelas itu sampai titik tujuannya. Kawan, mungkin air dalam gelas-gelas itu akan sama beratnya dengan air yang ada di dalam ember. Ember berisi air itu akan terasa ringan ketika kita membawanya bersama-sama. Mungkin sang pembawa ‘ember’ itu tidak berkata bahwa dia butuh bantuan karena mungkin sungkan, takut, kasihan pada kita, atau sebab yang lainnya. Tetapi kita adalah sahabatnya, yang tanpa di minta untuk membantunya seharusnya ktia tahu bahwa dia butuh bantuan. Bahwa dia butuh tangan-tangan lain untuk membawa air itu, sehingga ember itu akan menjadi gelas-gelas kembali yang akan lebih ringan untuk di bawa karena sudah dibagi bersama-sama.

Kawan fahamilah saudaramu tanpa menunggu sampai dia meminta untuk di fahami. Kawan bantulah sahabatmu tanpa menunggu dia meminta untuk dibantu. Kawan, kurangilah gelas-gelas itu tanpa menunggu dia membuang salah satu gelas karena terasa berat.

Kawanku pedulilah…………
Kawanku pahamilah………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar