Kamis, 24 Maret 2011

..Menulis itu Asyik..

Ternyata sudah lama sekali tidak menulis, kalau melihat dari daftar artikel di blog ini hampir 2 tahun berhenti menulis di blog ini. Alasan klasik, sibuk tidak sempat untuk menulis. Sebenarnya sih hanya pembenaran atas kemalsan untuk kembali menuangkan ide-ide, curahan hati, gagasan, dalam sebuah tulisan.
Dan..sekarang..semangat untuk menulis muncul kembali..semoga tidak seperti yang dulu-dulu, semangat menulis hanya di awal saja..
Karena menulis itu asyik..dulu ketika awal membuat blog yang menjadi lintasan awal adalah bagaimana membuat blog itu menjadi populer, pageranknya tinggi, dijadikan tempat sarang iklan, sehingga banyak pemasukan. Tetapi ternyata hal ini membuat semangat untuk menulis hanya musiman, tidak konsisten. Karena kenikmatan untuk menulis belum terasakan, ya mungkin karena niat awalnya hanya untuk sekedar populer-populeran.
Dan..sekarang..ternyata menulis itu asyik..menulis di jadikan sarana untuk menumpahkan semua hal yang ada di otak mulai dari yang remeh temeh sampai hal yang cukup visoner, tidak peduli apakah itu artikel yang menarik atau tidak. Yang penting menulis, yang ada di otak tertuangkan, beres..
Dengan menulis kita juga dapat mengurangi stress lo..karena dengan menulis otak kita tidak penuh dengan hal-hal yang sebatas awang-awang, tidak terkpnsepkan secara detail. Tidak terpetakan secara rinci. Makanya dengan menulis, berbagai masalah yang ada di kepala dapat terpetakan dan terkesan lebih simpel untuk di fahami.
Di awal memang menulis itu susah, karena diri kita yang susah untuk memulai menulis. Hal pertama yang biasanya di bingungkan adalah, menulis apa ya..? karena kita berfikir bahwa tulisan kita harus bagus, harus menarik, harus sistematis, jadinya kita terlalu di bingungkan untuk bagaimana mewujudkan itu semua. Padahal apa yang kita tulis adalah hak kita, mau menulis apapun terserah kita (walaupun tetap menghormati orang lain), mau bagus atau jelek itu penilaian orang lain. Tetapi setidaknya kita sudah menulis..everything... Jadi di awal adalah, tulislah apa yang ada di pikiranmu, apapun...Jangan di Batasi...Tetap percaya diri.. Dan juga jangan lupa untuk banyak membaca, sebuah teko tidak akan bisa mengisi gelas kalau teko itu tidak terisi air..:)
Nah...Yok meulis dari sekarang...apapun itu..
Selengkapnya...

..Ketika Aku Jatuh Cinta..

Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Ali r.a, suaminya.

“Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu.”

“O ya,” tanggap sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. “Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?”

“Lelaki itu adalah engkau, sayangku.” jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai isterinya.

Percakapan antara Fatimah r.a dengan Ali r.a di atas munkin cukup romantis bagi kita, mungkin hal ini sudah menjadi biasa bagi sepasang kekasih yang sudah terikat perjanjian pernikahan, tetapi bagi yang belum menikah, mungkin percakapan – percakpan romantis ini hanya di temukan di bacaan tentang pernikahan ataupun novel-novel saja. Percakapan yang romantis menjadi misteri yang terus menggelitik hati untuk menjadi hal yang membuat penasaran.

Alangkah bahagianya apabila misteri itu menjadi kenyataan bagi seorang pemuda yang sudah mendambakan sejak lama peristiwa tersebut, dan kemudian sampai pada terminal hati sebuah ikatan suci pernikahan. Sehingga pemuda itu bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya, yang selama ini disimpan kemudian di ungkapkan kepada istrinya.

Tetapi hal ini hanya menjadi hak milik bagi mereka yang sudah siap dan mampu untuk menjalani sebuah perjanjian yang berat, yaitu pernikahan. Kepada pemuda yang masih belum mampu, hanya menjadi misteri yang selalu menggoda.
Kadang-kadang ada pemuda yang tidak kuat untuk menahan perasaan itu, imajinasi itu terus menari-nari dan menggoda hatinya. Sehingga suatu ketika dorongan untuk mengungkapkan perasaan itu cukup besar, sangat dahsyat. Tetapi kepada siapakah persaan ini di ungkapkan? Istri belum punya, kekasihpun tidak ada. Kata pacaran sudah benar-benar di hapus di dalam masa remajanya. Terus kepada siapa..? padahal dorongan itu terus menggelora dengan dahsyatnya.
Hingga suatu ketika dalam sebuah rapat koordinasi atau ketika membahas tugas kuliah, ada sesuatu yang mempesona di balik sana. Peristiwa itu mempertemukan dua pesona, yang selama ini masing-masing sedang memancar dengan dahsyatnya. Dan imajinasi itu kembali menari-nari.
“Mungkin di balik hijabnya yang rapi itu, dialah gadis yang halus perasaanya, peduli kepada sesama. Nah..mungkin inilah yang kuimpikan selama ini..”
“Dibalik wajahnya yang kalem, terpancar ketegasan yang berwibawa ketika mengambil keputusan. Sosok ikhwan yang beginilah yang aku dambakan..”
Dan perasaan itu pun hadir dengan halusnya bersamaan dengan sering berinteraksi.
CINTA…
Lalu apakah perasaan ini harus diungkapakan, padahal untuk melakukan perjanjian suci itu sungguh berat dan banyak yang harus dipersiapkan oleh pribadi ini. Padahal gejolak rasa itu terus menggelora di dalam dada. Sehingga berbincang dengannya adalah sesuatu yang mengasyikkan, menerima sms nya adalah sesuatu yang di damba-dambakan, ketika berdiskusi dengannya timbul perasaan senang yang lain dari biasanya, berpisah denganya dalam koordinasi adalah sesuatu yang berat, ketidakhadirannya dalam pertemuan menimbulkan kekecewaan yang tidak sekedar kecewa antar staff atau antara ketua dan anggotanya.
Indah…
Tapi berbuah musibah..
Interaksi yang longgar antara ikhwan dan akhwat membawa mereka ke dalam dua dilema yang dari hari kehari semakin menekan dan membingungkan. Dilema… Perasaan itu sudah telanjur hadir dan semakin merasuk ke dalam hati, bagaikan virus ganas yang menginfeksi organ tubuh kita. Indah tetapi bermasalah. Maksud hati ingin menikah, tetapi sangat berat di lakukan karena belum punya kesiapan. Mau di tingggalkan, tetapi persaan semakin menekan, cinta terlanjur bersemi. Menunggu pernikahan, tetapi sehari terasa seperti bertahun-tahun. Terus menjalankan interaksi, tetapi hati semakin merasa bersalah.
Terus bagaimana solusinya…?? Ketika kita membahasnya dengan realita dan logika, maka akan memberikan pembahasan yang panjang dan hanya menimbulkan kebingungan saja. Tapi selayaknyalah kita berbicara atas dasar keimanan dan nurani, agar kita terhindar dari prasangka.
Tanyakanlah kepada nurani dan keimanan kita, kepada siapakah kita sewajibnya untuk jatuh cinta..? masih mampukan kita mempertahankan cinta kepada Rabb kita sebagai prioritas pertama ? atau cinta kepadanya sudah mulai mengeliminir rasa cinta abadi kepada-Nya.? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?
Renungkanlah saudaraku dan jawablah dengan nuranimu..

Selengkapnya...

..Makna Sebuah Kehilangan..

Hwaa..si Kenji hilang...si Kenji adalah motor sport punyaku yang biasa di pakai kemanapun, siap touring ke luar kota...Baru sekitar 4 bulan menemani aktivitas di kampus dan yang lainnya. pernah bersama di misi relawan Merapi, pernah bersama kehujanan pasir waktu evakuasi pengungsi dan sebagainya. Dan motor itu sekarang hilang di ambil orang. Merasa kehilangan..? Pasti..Lantas apa yang harus dilakukan..

Sebenarnya, pikiran yang terlintas di awal adalah mengutuk habis si pencuri, karena saya sudah berusaha untuk menjaga kemanan dengan mengaktifkan kemanan standar pada motor. Menyalahkan si Pencuri, apakah ini salah..? Tidak.. Tetapi ada hal yang lebih bermanfaat untuk di lakukan, karena ini berimbas kedepan. Yaitu berinstropeksi diri atas kehilangan yang di dapat,,

Alhamdulillah...dengan kehilangan ini menjadikan saya untuk berinstropeksi diri, ada apa di balik kehilangan ini. Karena sebagai orang yang beriman, saya yakin bahwa musibah ini ada hikmah yang bisa di ambil di baliknya. Selain karena merasa ceroboh dalam menjaga harta, dan benar-benar berniat untuk tidak ceroboh lagi. Tapi ada sesuatu hal yang mengusik hati tentang instropeksi diri ini, dengan kehilangan ini saya merasa ada yang salah dengan aktivitas selama ini yang berhubungan dengan si Kenji, yang kemudian Allah memberi peringatan dengan memberi kelonggaran sehingga memudahkan si pencuri untuk mengambilnya.

Hal yang terlintas dalam evaluasi diri adalah sombongnya saya ketika memakai si Kenji, mungkin dengan kehilangan ini menjadikan diri semakin rendah diri. Merasakan bagaimana aktivitas tanpa di bantu kendaraan. Kemudian adalah sulitnya menjaga hati ketika bersama si Kenji yang notabene adalah motor keren, dengan model sport, body besar gagah, suara cukup mantap, yang menggambarkan motor maskulin. Setidaknya yang terlintas adalah kalaupun orangnya tidak keren, motornya udah cakep.Hmmm...Astagfirullah...

Selanjutnya serahkan semuanya pada Allah..karena Dialah yang berkehendak..

Kawan..jadikan setiap kehilangan itu peringatan bagi kita, sehingga kita senantiasa dapat memperbaiki diri. Mungkin dengan kehilangan ini dapat membuat kita lebih siap untuk mempunyainya kembali di saat yang lain. Setiap apa yang kita dapatkan sekarang, baik itu musibah maupun nikmat, merupakan hasil dari kumpulan-kumpulan amalan-amalan kita sebelumnya. Sehingga sudah selayaknyalah bagi kita untuk berinstropeksi diri ketika sedang kehilangan.. Tetapi jangan pernah berlarut-larut dalam penyesalan, daripada sibuk meratap lebih baik sibuk untuk menatap, menatap ke depan, membuat harapan...

:)
Selengkapnya...

Senin, 21 Maret 2011

Pemimpin itu....Menyikapi Masalah

Pada detik-detik menjelang perang Badar, tiba-tiba saja kondisi berubah total. Kini kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi berhadapan dengan Abu Sufyan dengan kalifahnya serta tigapuluh atau empatpuluh orang rombongannya itu saja, yang takkan dapat melawan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya, melainkan Mekah dengan seluruh isinya sekarang keluar dipimpin oleh pemuka-pemuka mereka sendiri guna membela perdagangan mereka itu.

Masalah besar tengah dihadapi kaum Muslimin. Andaikata pihak Muslimin sudah dapat mengejar kafilah Abu Sufyan, kemudian mengambil tawanan dan menguasai unta beserta muatannya, pihak Quraisypun tentu akan segera pula dapat menyusul mereka. Soalnya karena terdorong oleh rasa cintanya kepada harta dan ingin mempertahankannya. Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah orang dan perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad akan bertempur dan mengambil kembali harta mereka, atau bersedia mati untuk itu.

Namun sebaliknya, apabila rombongan Rasulullah SAW kembali pulang, pihak Quraisy dan Yahudi Medinah tentu merasa mendapat angin. Dia sendiri terpaksa akan berada dalam situasi yang serba dibuat-buat, sahabat-sahabatnya pun terpaksa akan memikul segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah, seperti gangguan yang pernah mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu. Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam itu, mustahil sekali kebenaran akan dapat ditegakkan dan Tuhan akan memberikan pertolongan dalam menegakkan agama itu.

Dengan berkekuatan 1000 pasukan, kaum kafir Quraisy telah berada di medan perang Badar. Tak ada kemungkinan untuk menghindar dari perang bagi kaum Muslimin. Suka atau tidka suka, Rasulullah SAW dengan 300an pasukannya harus maju menghadapi pasukan yang jumlahnya tiga kali lipat.

Rasulullah SAW memahami situasi genting ini. Beliau memutuskan untuk bemusyawarah dengan dengan sahabat-sahabatnya. Diberitahukannya kepada mereka tentang keadaan Quraisy menurut berita yang sudah diterimanya. Abu Bakr dan Umar juga lalu memberikan pendapat, kemudian diikuti Miqdad bin ‘Amr. Mereka menyatakan siap maju perang. Saad bin Muadz, pemimpin kaum Anshar, segera menanggapi dan menyatakan kesiapannya mengikuti perintah perang Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW dan pasukannya berangkat menuju Badar melalui bukit Ash’shafir, kemudian melewati daerah yang bernama ad-Diyah, kemudian berhenti tidak jauh dari Badar. Di tempat itulah, pasukan Muslimin menyusun strategi perang. Dengan strategi yang jitu, mereka berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy, meski jumlah lawan jauh lebih banyak.

Sobat Cendekia, pelajaran tentang kepemimpinan yang sangat berharga dapat kita simak dari kisah perang Badar diatas. Rasullullah SAW dan para sahabatnya telah menunjukkan kepada kita tentang bagaimana seorang pemimpin harus menyikapi permasalahan yang tengah dihadapi, seperti halnya masalah besar pasukan Muslimin menjelang perang Badar. Bagaimana seorang pemimpin memaknai sebuah masalah?
Masalah adalah kesempatan

Bagi seorang pemimpin, masalah adalah kesempatan untuk banyak hal. Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri. Kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Kesempatan untuk membentuk integritas diri. Kesempatan untuk menuju kesuksesan yang lebih tinggi. Kesempatan untuk maju. Kesempatan untuk berevaluasi.

Masalah adalah kesempatan untuk apa saja. Tentunya bagi seorang pemimpin muslim sejati, maka masalah adalah kesempatan untuk beramal lebih banyak. Kesempatan untuk menambah ladang pahala. Kesempatan untuk menyiapkan bekal bagi akhirat kita.

Bagi pasukan Muslimin Badar, medan perang ini adalah kesempatan emas untuk membuktikan eksistensi kaum Muslimin bagi kaum kafir. Inilah momen penting yang sangat menentukan kesuksesan masa depan dakwah Islam. Jika kesempatan ini terlewatkan, maka boleh jadi dakwah Islam akan berhenti saat itu juga.

Selain itu, inilah kesempatan bagi para sahabat untuk membuktikan keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya. Maka meski mereka menghadapi masalah jumlah pasukan yang lebih banyak, tapi tidak mengendurkan semangat perang mereka.

Nah, karena masalah adalah kesempatan, maka pada saat datang, kita akan menganggapnya sebagai hadiah yang kita terima dengan sukacita. Bahkan kita akan menunggunya dengan harap, seandainya masalah tidak datang.

Masalah adalah tantangan

Janganlah menganggap masalah sebagai suatu beban yang harus dipikul di pundak. Ketika kita memaknai masalah sebagai beban, maka kita akan cenderung menghindarinya. Sikap ini akan memunculkan pesimisme dalam diri sobat. Dan sobat tahu, bahwa orang-orang yang gagal adalah yang suka menghindari masalah. Ubahlah paradigma berpikir seperti itu. Anggaplah masalah adalah tantangan.

Ketika kita memaknainya sebagai tantangan, maka kita akan cenderung berusaha menghadapinya. Pada saat itu, optimisme akan muncul dengan sendirinya. Dan sobat juga tahu, bahwa optimisme adalah modal utama untuk mencapai kesuksesan. Sikap optimis akan melahirkan semangat dalam berusaha mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

Sikap seorang pemimpin yang optimis dan bersemangat juga mampu mempengaruhi suasana hati para pengikutnya menjadi bersemangat pula. Anda dapat dengan mudah mempengaruhi bawahan Anda, ketika Anda tampil optimis dan bersemangat dalam menghadapi masalah.

Jika masalah adalah tantangan, maka untuk menyelesaikannya pun membutuhkan kekuatan. Kekuatan hati, pikiran, tenaga, waktu, dan sebagainya. Karena itu, seringkali kita berubah menjadi jauh lebih kuat, setelah berhasil menyelesaikan masalah sebelumnya. Bukanlah menjadi lemah, justru kekuatan akan menjadi milik Anda, ketika Anda menghadapi dan menyelesaikan masalah. Bukankah kaum Muslimin menjadi semakin kuat pasca kemenangan di medan Badar?

Sama halnya dengan anak-anak elang. Hadiah terbesar bagi anak elang, yang dapat diberikan induk elang, bukanlah potongan daging makanan, bukan pula eraman hangat di malam yang dingin. Namun, ketika sang induk melemparkan mereka dari sarang yang tinggi di pohon. Detik pertama, anak elang akan menjerit ketakutan, mengira induknya sungguh keterlaluan, membiarkan anaknya jatuh ke tanah, menghadapi kematian.

Sesaat kemudian, bukanlah kematian yang mereka dapatkan, justru kekuatan yang menjadi modal utama sepanjang hidupnya. Mereka mendapatkan kesejatian sebagai seekor elang, yaitu kemampuan terbang. Anak-anak elang itu telah mampu menghadapi masalah dan mengubahnya menadji kekuatan. Kekuatan terbang.

Nah sobat, kadang kita juga sering dibayangi, seolah-olah masalah yang kita hadapi besar dan sangat sulit dipecahkan. Padahal ketika kita mau mecoba mengatasinya, ternyata mudah dan ringan diselesaikan. Maka, hadapi dan lakukan sesuatu sekarang untuk mengatasi Anda. Jangan tunda lagi. Kita belum tentu masalahnya sebesar dan sesulit yang kita takutkan.
Selengkapnya...

Jumat, 18 Maret 2011

Pejuang Peradaban

Pejuang Peradaban….

Membangun peradaban itu tidak membutuhkan pejuang-pejuang yang cengeng…
yang mengeluh ketika sudah berpeluh..
Membangun peradaban itu tidak membutuhkan mental-mental pecundang…
yang terpental saat kejumudan menghadang…
Membangun peradaban itu sulit…
Tidak ada kesempatan yang berfikiran sempit..
Membangun peradaban itu panjang…
Hanya untuk para pejuang…

Membangun peradaban itu membutuhkan PERJUANGAN…………
Membangun peradaban itu membutuhkan KEIKHLASAN….
Membangun peradaban itu membutuhkan KEFAHAMAN…

Membutuhkan pejuang-pejuang yang…

Selalu ceria karena yakin Allah selalu memberikan pertolongan padanya..
Selalu tersenyum bahkan saat yang lainnya merasa pahit..
Selalu menerima nasehat ketika merasa dirinya sedang tersesat..

Bergeraklah tidak mengenal kata henti sampai Surga di kakimu…

Selengkapnya...

Kisah Tentang Gelas


Di sebuah tepi danau yang rindang, diiringi suara angin sepoi-sepoi yang menyejukkan, seorang guru bertanya kepada murid kesangannya.
“ Muridku, liahatlah air danau itu.. bayangkan air itu di taruh dalam sebuah gelas dan sebuah ember besar. Ketika kau mengangkatnya berat yang mana antara gelas dan ember berisi air dananu itu..?”
“ Tentu berat ember yang berisi air, guruku..” jawab sang murid.
“ Tidak muridku, belum tentu ember yang berisi air itu lebih berat daripada sebuah gelas yang berisi air tergantung bagaimana kau mengangkatnya. Sebuah gelas berisi air itu akan terasa sangat berat ketika kau memegangnya terus menerus tanpa sesekali kau meletakannya sebentar untuk merelaksasikan otot tanganmu barang sebentar. Dan ember berisi air itu akan terasa sangat ringan ketika kau mengangkatnya bersama kawan-kawanmu. Apakah kau mengerti pelajaran yang kau dapat hari ini muridku ..? ”
Dan sang muridpun merenung….
——————————————————————————————————
Kawan, begitupun sebuah amanah. Amanah sekecil apapun ketika kita terus menerus memegangnya tanpa memberi kesempatan bagi otak kita, tubuh kita, jiwa kita untuk beristirahat sejenak maka masalah itu akan terasa semakin berat.

Kawan, mungkin saat ini kita merasa jenuh, lelah dengan “gelas” yang terus menerus berada di tangan kita. Mungkin selama ini kita tidak pernah menurunkan lengan ini barang sejenak, sehingga “gelas” itu terasa semakin berat, sehingga kita semakin tidak tahan untuk membawanya dan akhirnya membuangnya untuk selamanya. Ada saatnya ketika dalam perjalanan, kita menetukan titik-titik pemberhentian untuk sekedar mengurangi kehausan, beristirahat, dan mengisi air minum untuk perjalanan berikutnya. Ketika kita membawa beban amanah, tidak melihat besar atau kecil amanah itu, maka ada kalanya bagi kita untuk beristirahat sejenak untuk sekedar mengevaluasi, merenung, mengistirahatkan fikiran kita sejenak, dan merecharge kembali semangat kita, ruhiyah kita, agar perjalanan kita selanjutnya akan kembali kita lalui dengan bekal yang cukup.

Ketahuilah istirahat itu bukan melepaskan amanah kawan, bukan… “Gelas” itu masih menjadi tanggung jawab kita untuk senantiasa kita bawa sampai titik akhir tujuannya, tetapi istirahat adalah momen untuk menurunkan sejenak lengan, bernafas, dan mengangkat kembali gelas itu. Istirahat adalah momen memberikan semangat kembali, mengisi ruhiyah kita sehingga hambatan-hambatan di perjalanan berikutnya akan terlalui dengan mudah. Istirahat adalah momen untuk merencanakan kembali perjalanan kita berikutnya, sehingga perjalanan berikutnya akan terasa mudah dan terencana.

Ketahuilah kawanku, bahwa sebenarnya istirahat itu juga merupakan titik kritis bagi kita. Apakah akan meneruskan perjalanan berikutnya dengan konsekuensi akan menumui hambatan-hambatan yang harus kita selesaikan, atau memutuskan sebagai titik akhir perjalanan kita, padahal sebenarnya titik akhir itu masih panjang. Maka isilah istirahat itu dengan keyakinan bahwa kita harus meneruskan perjalanan ini, bahwa kita harus masih mengangkat ‘gelas’ ini. Jangan sampai kita terbuai dengan kenyamanan sehingga menjadi malas ketika kita harus bergerak kembali.

Kawand tentukanlah titik-titik pemberhentian itu, tentukanlah kapan kita harus menurunkan sejenak lengan ini. Agar ‘gelas’ yang kita bawa tidak terasa semakin berat, sehingga kita mampu untuk selalu membawanya sampai titik akhir tujuan kita.. yaitu surga..
Kawan, masih ada pelajaran yang kita ambil. Yaitu ketika kita adalah orang yang memberikan ‘gelas’ itu kepada sahabat, staff, atau bawahan kita. Ketika kita memberi amanah kepada orang lain. Berikanlah kesempatan kepada sang pembawa ‘gelas’ itu untuk menentukan titik istirahatnya, jangan sampai kita senantiasa memberi gelas-gelas itu tanpa memberikan waktu untuk sejenak untuk istirahat. Janganlah menjadi orang yang dzalim…

Kawan, tidak selamanya teman kita itu akan berkata ketika gelas itu mulai terus terasa berat. Mungkin ketika kita meberikan ‘gelas’ itu di tangan kanannya, sebenarnya di tangan kirinya pun ada gelas-gelas lain yang harus ia bawa sampai titik tujuan, namun ia menyembunyikan gelas-gelas itu karena ia tak tega melihat kita. Atau malah kita pura-pura tidak tahu bahwa teman kita itu sedang membawa banyak gelas.

Kawan berikanlah waktu sejenak pada kawan kita itu untuk sekedar menurunkan lengannya agar mampu
membawa gelas itu sampai titik tujuannya. Kawan, mungkin air dalam gelas-gelas itu akan sama beratnya dengan air yang ada di dalam ember. Ember berisi air itu akan terasa ringan ketika kita membawanya bersama-sama. Mungkin sang pembawa ‘ember’ itu tidak berkata bahwa dia butuh bantuan karena mungkin sungkan, takut, kasihan pada kita, atau sebab yang lainnya. Tetapi kita adalah sahabatnya, yang tanpa di minta untuk membantunya seharusnya ktia tahu bahwa dia butuh bantuan. Bahwa dia butuh tangan-tangan lain untuk membawa air itu, sehingga ember itu akan menjadi gelas-gelas kembali yang akan lebih ringan untuk di bawa karena sudah dibagi bersama-sama.

Kawan fahamilah saudaramu tanpa menunggu sampai dia meminta untuk di fahami. Kawan bantulah sahabatmu tanpa menunggu dia meminta untuk dibantu. Kawan, kurangilah gelas-gelas itu tanpa menunggu dia membuang salah satu gelas karena terasa berat.

Kawanku pedulilah…………
Kawanku pahamilah………
Selengkapnya...