Senin, 11 April 2011

Pemimpin Itu...Bepengaruh

Adalah Rasulullah Muhammad SAW, sosok yang buta huruf namun mampu mengubah wajah peradaban dunia melalui risalah Islam yang diajarkannya. Beliau dikenal sebagai seorang pemimpin agama, panglima perang, diplomat ulung, sekaligus negarawan yang handal.
Dalam sejarah, dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW, situasi sosial dan politik wilayah Arab yang dipenuhi dengan persaingan antarsuku dan tata kehidupan yang keras khas padang pasir berubah menjadi sebuah komunitas yang bersatu dengan peradaban yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Beliau adalah sosok pemimpin yang sukses.

Salah satu kunci instrumen penting dalam kepemimpinan Rasulullah yang patut kita tiru adalah kemampuan beliau dalam mempengaruhi orang lain. Stephanie Barrat-Godefroy (penulis buku tentang mamajemen SDM), menguraikan bahwa salah satu persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin sejati adalah harus mampu mempengaruhi orang lain. Kemampuan mempengaruhi orang lain lain menjadi modal dasar seorang pemimpin, bagi komunitas apapun, dari lembaga bisnis, pemerintahan, agama, dan sebagainya.
Pertanyaannya adalah apa yang bisa membuat seorang pemimpin memiliki pengaruh yang kuat terhadap para pengikutnya? Ada beberapa hal, yaitu

KETINGGIAN ILMU
Kepandaian seseorang dapat menyebabkan seseorang itu berpengaruh terhadap orang lain. Bahkan seorang khalifah sekalipun bisa tunduk kepada seorang yang memiliki ketinggian ilmu. Suatu ketika, khalifah Harun ar-Rasyid mendengar ketinggian ilmu Imam Malik, peletak dasar Mazhab Maliki.
Sang khalifah tertarik supaya anak-anaknya belajar pada sang ulama. Ia meminta sang ulama untuk datang ke istana khalifah. ”Saya ingin anak-anakku mendengarkan kajian kitab al-Muwaththa’ di istana,” ujar Harun ar-Rasyid.
Namun, betapa terkejutnya sang khalifah, Imam Malik tidak mau datang ke istananya. Dengan tegas Imam Malik menjawab, ”al-Ilmu yu’ta alaihi wa la ya’ti” (Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi). Harun ar-Rasyid tidak bisa apa-apa. Ia lantas menyuruh putra-putranya datang ke masjid tempat Imam Maliki memberikan kajian untuk mengaji bersama rakyatnya.
Sobat, bisa kita lihat bahwa pengaruh seseorang bisa timbul karena ketinggian ilmunya. Namun perlu diperhatikan, bahwa jangan dikira dengan sebatas menguasai ilmu saja, kita bisa menjadi orang yang berpengaruh. Menuntut ilmu harus disertai dengan mengamalkannya secara ikhlas. Pengamalan dengan ikhlas atas ilmu akan menumbuhkan rendah hati yang memancarkan kewibawaan. Itulah kunci kenapa Imam Malik menjadi begitu berpengaruh.

KEMAMPUAN LISAN
Tidak semua pengaruh muncul dari ketinggian ilmu. Pengaruh bisa tumbuh karena kecerdasan lisan seseorang. Kemampuan berbicara, orasi, atau berdiplomasi yang baik dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain. Bung Karno, presiden pertama RI, adalah contoh pemimpin berpengaruh sekaligus orator yang ulung.
Mari kita simak siroh tentang sahabat Mush’ab bin Umair! Beliau adalah duta dakwah pertama yang diutus Rasulullah membuka dakwah di Madinah. Pada suatu hari, Mush’ab bin Umair menyampaikan dakwah di hadapan kabilah Abdul Asyhal di Madinah, tiba-tiba beliau dihadang Usaid bin Hudlair, sang kepala kabilah.
”Apa maksud kedatangnmu ke sini? Apakah hendak membodohi kaumku? Tinggalkan segera tempat ini! Atau nyawamu akan melayang!” bentak Usaid sambil menodongkan tombak ke dada ibnu Umair.
Dengan tenang dan halus, Mush’ab bin Umair menjawab, ”Bagaimana jika Anda duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya Anda menyukai nanti, Anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, saya akan menghentikan apa yang tidak Anda sukai!”
Mendengar permintaan halus tersebut, seketika Usaid menjatuhkan tombaknya dan meminta ibnu Umair untuk menyampaikan dakwahnya. Segera Mush’ab bin Umair membacakan ayat-ayat Al-Quran dan menguraikan dakwah yang dibawakan Muhammad SAW. Hasilnya, hati dan pikiran Usaid mulai terbuka dengan hidayah Allah yang bercahaya, Usaid bersyahadat. Tidak lama kemudian, keislaman Usaid bin Hudlair diikuti Sa’ad bin Mu’adz, kemudian Sa’ad bin Ubadah. Pasca masuk Islamnya tiga tokoh tersebut, masyarakat Madinah berbondong-bondong masuk Islam.
Sobat, sosok sahabat Mush’ab bin Umair menjadi teladan kita tentang bagaimana kemampuan diplomasi lisan dapat mempengaruhi pikiran orang. Dengan pertolongan Allah SWT melalui kemampuan lisannya, Mush’ab bin Usaid mampu mempengaruhi masyarakat Madinah dan kemudian mempersiapkan Madinah untuk kedatangan rombongan hijrah kaum Muslimin dari Mekah.

KEKUATAN KEPRIBADIAN
Dialah Abdurrahman ibnul Jauzi. Beliau memang hanya seorang ulama, tapi kekuasaan dan pengaruhnya mampu melebihi kekuasaan seorang raja. Dengan kekuatan kepribadiannya, kharismanya, beliau mampu mengusai jalan pikiran setiap orang yang mendengarkan petuahnya.

Untaian kalimat nasihat yang keluar lisannya, mampu melembutkan hati sekeras batu sekalipun. Sinar matanya yang penuh wibawa dan kharisma mampu menjinakkan keliaran mata. Setiap kali ia berkhotbah, ribuan atau bahkan ratusan ribu orang menemui kesadaran kembali. Bahkan penguasa digdaya yang tidak pernah menangis seumur hidupnya akan menangisi dirinya di hadapannya.
Apa yang menyebabkan pengaruh yang beliau miliki begitu luar biasa di hadapan orang lain? Jawabannya tidak lain karena kekuatan kepribadian beliau. Kepribadian yang terbentuk dari kharisma dan pesona diri. Ya, kepribadian beliau menjadi berpengaruh karena kharismanya. Kharisma tumbuh dari gabungan wibawa dan pesona, ilmu dan akhlak, pikiran dan tekda, keluasan wawasan dan kelapangan dada. Beliau menebarkan ilmu dan cinta di setiap penjuru pikiran manusia.
Itulah kekuasaan spiritual, kata Anis Matta. Kekuasaan yang mampu menimbulkan ketaatan atas dasar pengakuan tulus, bukan ketakutan atas ancaman. Kekuasaan yang mampu menimbulkan ketundukan atas dasar hormat dan cinta.

SENI MENDENGARKAN
Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain ini, dengan ilmu, lisan, dan kepribadian, akan semakin ampuh jika ditambah dengan seni mendengarkan. Mengapa harus mendengarkan? Memang, kebanyakan orang senang berbicara mengenai diri sendiri, baik mengenai keberhasilan maupun masalah mereka.
Padahal, jika ingin menjadi seorang pemimpin sejati ia harus pandai mendengarkan. Jika seorang teman atau bawahan ingin menyampaikan masalah yang dihadapinya, pergunakanlah telinga dengan penuh simpati dan perhatian. Jika dia minta nasehat, berikan beberapa anjuran. Jangan sekali- kali membicarakan masalah Anda sendiri. Orang tersebut tidak ingin mendengarkan apa yang Anda katakan. Tetapi jika Anda ingin mempengaruhi orang itu supaya melakukan sesuatu untuk Anda, maka dengarkanlah apa yang mereka sampaikan.
Sejak lahir kita dianugerahkan Allah dua telinga dan satu mulut. Dua telinga berfungsi sebagai alat pendengaran, dan mulut berfungsi sebagai sarana untuk berbicara. Allah menghendaki bahwa kita, sebagai hambanya, harus pandai mendengarkan dua kali lipat dibandingkan dengan berbicara.
Untuk memanfaatkan anugerah Allah ini, berikut diuraikan lima kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan. Kiat pertama adalah berhenti berbicara. Tahan keinginan Anda untuk berbicara atau hanya sekedar memberi komentar dengan mengendalikan emosi Anda saat rekan atau bawahan Anda menyampaikan pendapatnya. Kedua, tunjukan minat terhadap topik pembicaraan orang lain dengan cara mengajukan pertanyaan.
Ketiga, ciptakan suasana tentram bagi pembicara dengan cara menampakkan raut wajah yang bersahabat dan senyuman yang ramah. Keempat, berempatilah dengan pembicara. Seandainya Anda sebagai orang yang hendak menyampaikan pendapatnya kepada orang lain atau atasan Anda, apa yang Anda harapkan dari mereka? Posisikan diri anda sebagai orang lain yang sedang berbicara.
Kelima, jadilah orang sabar agar dapat melaksanakan keempat kiat meningkatkan kemampuan mendengarkan tersebut. Menjadi orang sabar tentunya memerlukan waktu dan perjalanan waktu akan menuntun Anda menjadi seorang pemimpin yang sejati.

Reference
Anis Matta. 2004. Mencari Pahlawan Indonesia. The Trabawi Centre
Hepi Andi Bastoni. 2006. Belajar dari Dua Umar. Qalammas.
Khalid M. Khalid. Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah. Penerbit Diponegoro.

1 komentar: